Breaking News



Ngiklan Murah Disini Yuk!!

Pelaku Ilmu Supranatural Banyuwangi Mendirikan Organisasi Persatuan Dukun Nusantara.

Responsive Ad Here

Media Swara Semesta (15/2/2021)

Sejumlah pelaku ilmu supranatural di Banyuwangi, Jawa Timur, berkumpul berencana mendirikan organisasi Persatuan Dukun Nusantara atau Perdunu.

Ketua Umum Perdunu, Abdul Fatah Hasan menjelaskan, organisasi tersebut ditujukan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat dan perberdayaan untuk pelaku supranatural. Misalnya, jangan sampai ada tipu-tipu dalam praktiknya.

“Kasus-kasus yang terjadi banyak sekali, terkait dengan aktivitas dukun dan perdukunan, yang berpotensi terjadi penipuan. Di media sosial itu banyak juga yang promosi menyediakan jasa supranatural dan sejenisnya. Ini kan potensi adanya penipuan,” kata Gus Fatah, panggilan akrabnya, kepada VOA Minggu (14/2/2021).

Gus Fatah mengaku pilihan pemilihan istilah dukun sudah dilakukan dengan cermat. Dalam budaya tradisional Indonesia, dukun adalah profesi yang akrab bagi masyarakat. Ada dukun bayi, dukun pijat dan sejenisnya, yang memberi bantuan logis dan tidak logis, kata Gus Fatah. Sayangnya, istilah itu kemudian memiliki makna negatif, padahal kegiatan yang dilakukan banyak yang positif.

“Kita mencoba membuat organisasi yang modern. Bagaimana bisa berkontribusi, karena memang masalah-masalah yang terjadi di masyarakat ini tidak semua bisa diselesaikan “secara logis”. Menghadapi problematika itu, Perdunu memang harus hadir,” tambah Gus Fatah meyakinkan.

Gebrakan di Banyuwangi tak kalah mengagetkan. Mereka berencana menggelar Festival Santet, yang segera mengundang kontroversi. Perdunu berencana mencari nama lain untuk festival ini, yang sebenarnya merupakan kegiatan tahunan setiap bulan Suro sesuai kalender Jawa.

Santet, tutur Gus Fatah, sebenarnya bukanlah hal mengerikan di Banyuwangi. Barangkali, masyarakat membayangkan hal-hal buruk, seperti yang mereka tonton di film. Perdunu bertekad memperbaiki cara pandang yang keliru mengenai santet Banyuwangi itu.

Gus Fatah adalah pengasuh Pondok Pesantren al-Huda, Blimbingsari, yang juga anggota Lembaga Bahtsul Masa’il,Pengurus Cabang (PC) Nahdlatul Ulama (NU) Banyuwangi. Supranatural, ujarnya, diajarkan di pondok-pondok di masa lalu, dan kitabnya masih tersimpan disana. Perdunu berniat mengembalikan kajian bidang ilmu ini, dengan kurikulum yang lebih baik.

Sebuah diskusi terkait santet diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada, pada Jumat (12/2). Berbicara dalam acara ini, akademisi sekaligus peneliti dari FIB Universitas Jember, Heru SP Saputra. Ia memahami seluk beluk santet, khususnya mantra di dalam kebudayaan masyarakat adat Osing di Banyuwangi, karena pernah melakukan penelitian untuk studi doktoralnya.

Di awal paparan, Heru menegaskan diskusi terkait santet digelar para akademisi, tidak terkait pendirian Perdunu. Dia juga menegaskan, sudut pandang yang benar harus digunakan jika berbicara tekait santet di Banyuwangi.

“Santet ini sebenarnya istilah yang masih debatable, dalam arti kita arus memahami santet Osing ini dalam konteks orang Osing. Karena kalau kita memahami dalam konteks diluar orang Osing, maknanya jadi berbeda,” kata Heru. (Oz/red)


0 Comments