Breaking News



Ngiklan Murah Disini Yuk!!

DPR Abaikan Tanggung Jawabnya Terhadap Masyarakat demi Melayani Elite Politik dan Kekuasaan

Responsive Ad Here


Media Swara Semesta (27/09)
Jakarta
Satu di antara tugas DPR adalah membuat undang-undang (UU) atau pekerjaan legislasi. Namun kinerja legislasi DPR selama periode 2014-2019 dinilai hanya demi melayani kalangan elite politik dan kekuasaan, bukan masyarakat.

Hal itu dikatakan peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karius, dalam catatan akhir evaluasi kinerja DPR periode 2014-2019. Lucius menyampaikan kinerja DPR dalam lima tahun terakhir ini sangat buruk.

Mereka hanya memproduksi UU yang bisa mendukung upaya elite politik untuk terus berkuasa, membangun oligarki politik, serta yang paling parah adalah bisa korupsi tanpa perlu merasa terancam oleh hukum.

"Dengan kata lain ada semangat mengembalikan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN)," ujar Lucius dalam pemaparannya kepada jurnalis di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).

Lucius kemudian menunjukkan beberapa indikasinya. DPR sejak 2014 terus menggulirkan perubahan (revisi) UU MD3 --yang mengatur soal MPR, DPR, DPD, dan DPRD, UU Pemilu, UU KPK, serta belakangan UU KUHP dan Pemasyarakatan.

Bahkan UU MD3, yang mengatur kursi parlemen, direvisi hingga tiga kali selama lima tahun. Masing-masing pada 5 Desember 2014, 12 Februari 2018, dan terbaru pada 16 September 2019.

"Revisi berulangkali UU MD3 ini menjadi satu di antara bukti betapa lemahnya kinerja DPR dalam urusan legislasi. Ironisnya mereka berulang merevisi UU bikinan sendiri, bahkan revisi hanya mengubah 1-2 pasal di dalamnya," tuturnya.

Nafsu korupsi yang besar
Selain hanya melayani elite dan penguasa, DPR periode 2014-2019 yang akan selesai tugas pada Senin (30/9) kelak, menurut Lucius, kinerja mereka juga dimotivasi oleh nafsu korupsi yang besar. Satu bukti di antaranya adalah merevisi UU KPK.

Upaya merevisi UU KPK sebenarnya sudah bergulir sejak 2010 dan ketika itu gagal terlaksana. RUU KPK muncul lagi saat Presiden Joko "Jokowi" Widodo mulai berkuasa pada 2014 saat pembahasan program legislasi nasional (prolegnas) 2014-2019.

DPR kemudian menyepakati usulan revisi UU KPK masuk ke dalam daftar RUU Prioritas 2015 dan 2016. Geliat merevisi UU KPK muncul lagi saat Ketua DPR Setya Novanto sedang menjalani proses hukum korupsi proyek KTP elektronik.

Hanya karena penolakan kuat publik dan tiada henti yang mampu menahan nafsu DPR untuk merevisi UU KPK. Namun, pada akhirnya saat DPR periode ini memasuki masa akhir jabatan, UU KPK pun disahkan rapat paripurna dan pemerintah.

Lucius mengatakan bahwa upaya tiada henti untuk merevisi UU KPK menunjukkan ini bukan sekadar kebutuhan anggota DPR dan pemerintah, tapi mimpi besar elite partai politik untuk melakukan korupsi tanpa tersentuh hukum. Apalagi kemudian DPR berupaya merevisi UU KUHP dan UU Pemasyarakatan yang mengatur hak cuti bagi para narapidana korupsi.

"Ini seolah visi bersama DPR dan pemerintah bahwa korupsi bukan kejahatan luar biasa. Mereka ingin melakukan korupsi tanpa ancaman. Dan satu-satunya ancaman selama ini hanya KPK, itu sebabnya mereka ingin menghilangkan hal itu," papar Lucius.

Tanggapan DPR
Kinerja buruk DPR periode lima tahun terakhir sebenarnya sudah disuarakan sejak lama. Bambang Soesatyo, Ketua DPR periode 2014-2019, pun sempat mengakui hal itu.

Namun, menurut Bamsoet kinerja buruk itu karena para anggota DPR harus membagi waktu untuk maju mencalonkan diri menjadi anggota legislatif (caleg) pada pemilu 2019.

"Saya mengimbau agar anggota DPR petahana yang kembali maju bisa membagi waktunya agar tetap melaksanakan tugas konstitusionalnya," kata Bamsoet pada April 2019.

Meski begitu, Bamsoet menegaskan bahwa kinerja legislasi bukan cuma peran DPR tapi juga pemerintah. Bamsoet memberi contoh bagaimana pembahasan revisi UU Aparatur Sipil Negara dan UU Pertembakauan jarang dihadiri wakil pemerintah.

"Makanya, kita mengimbau agar pemerintah berkomitmen dalam kerja-kerja pembahasan RUU di DPR. Kita harapkan ada kerja sama yang baik dari pemerintah," tutur politisi Partai Golkar ini.B

0 Comments