Like Dong
Berita Populer
Kini Zaman Jokowi PNS Boleh Poligami, Dulu Era Soeharto PNS Dilarang Beristri Dua
K
ini zaman Jokowi PNS boleh poligami. Dulu era Soeharto PNS dilarang beristri dua.
Jagat maya dihebohkan beberapa hari belakangan ini dengan aturan yang mengizinkan pegawai negeri sipil (PNS) beristri dua atau berpoligami.
Dulunya di era pemerintahan Presiden Soeharto, PNS dilarang berpoligami.
Kini di era Jokowi, PNS sudah boleh berpoligami.
Adapun di era Soeharto, larangan poligami diatur dalam Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1983.
PP larangan PNS berpoligami itu terbit atas usulan almarhum Siti Hartinah alias Ibu Tin kepada suami, Soeharto.
Ibu Tin tidak suka ASN melakukan poligami.
Ibu Tien memiliki beberapa peran penting Indonesia saat Presiden Soerharto menjabat.
Salah satunya adalah pengaruhnya terhadap kebijakan pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia yang kemudian ditegaskan dalam peraturan pemerintah.
Kebijakan akhirnya keluar dalam bentuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang secara tegas melarang PNS berpoligami dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Soeharto sendiri menegaskan jika ia adalah seorang pria yang setia.
"Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto", katanya dengan tegas.
PNS Boleh Poligami di Era Jokowi
Hal itu disampaikan pada acara seminar "Sosialisasi dan Bimbingan Penyelesaian Permasalahan Kepegawaian", di Kantor Pusat BKN di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Menurut Yuyud, aturan soal perkawinan PNS sudah termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
"Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib memberitahukannya secara tertulis kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan," ujarnya, dikutip dari situs resmi BKN, Selasa (30/5/2023).
Syarat PNS pria poligami
Yuyud menambahkan, untuk PNS pria yang akan beristri lebih dari satu, wajib memperoleh izin dari pejabat dan memenuhi syarat.
Adapun syaratnya adalah terdiri dari istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan dibuktikan dengan surat keterangan dokter, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah selama 10 tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Sedangkan syarat kumulatif, yaitu ada persetujuan tertulis dari istri sah PNS yang bersangkutan dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai, PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup, dan ada jaminan tertulis dari PNS pria yang bersangkutan bahwa pasangan tersebut akan berlaku adil terhadap istri dan anak-anaknya.
PNS dilarang hidup bersama di luar pernikahan
Sedangkan PNS wanita lanjut Yuyud, tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat.
Selain itu, PNS yang akan bercerai, wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.
Aturan tersebut juga melarang PNS hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah.
Ibu Tien Soeharto Tolak Poligami
Banyak kenangan yang masih tersisa pada sosok Ibu Tien Soeharto.
Wanita yang memiliki nama lengkap Raden Ayu Siti Hartinah tersebut menampingi Presiden RI Kedua, Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun, memimpin pemerintahan Indonesia.
Ibu Tien menikah dengan Soeharto pada 26 Desember 1947 di Surakarta.
Ibu Tien kecil hidup berpindah-pindah mengikuti penempatan tugas ayahnya sebagai seorang pamong praja.
Ketika tentara Jepang datang ke Indonesia, Siti Hartinah ikut serta dalam Barisan Pemuda Putri di bawah Fujinkai
Pasca kemerdekaan, Barisan Pemuda Putri ini menjadi Laskar Putri Indonesia.
Ibu Tien hadir sebagai salah satu pelopor organisasi wanita ini.
Ia ikut membantu di dapur umum dan palang merah saat perang kemerdekaan Indonesia terjadi.
Menikah dengan Soeharto, Ibu Tien memiliki beberapa peran penting Indonesia.
Salah satunya adalah pengaruhnya terhadap kebijakan pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia yang kemudian ditegaskan dalam peraturan pemerintah.
Kebijakan akhirnya keluar dalam bentuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang secara tegas melarang PNS berpoligami dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Soeharto sendiri menegaskan jika ia adalah seorang pria yang setia.
"Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto", katanya dengan tegas.
Selain itu, kehadiran Ibu Tien juga sangat menentukan dalam beberapa keputusan penting yang diambil Soeharto saat itu.
Salah satunya adalah ketika Soeharto memutuskan untuk terus menjadi tentara setelah ia terserang fitnah di tahun 1950-an.
Ketika Soeharto nyaris berhenti dan memilih menjadi petani atau supir taksi, Ibu Tien memberikan saran yang cukup menohok untuk diri Soeharto.
"Saya dulu diambil istri oleh seorang prajurit dan bukan oleh supir taksi. Seorang prajurit harus dapat mengatasi setiap persoalan dengan kepala dingin walaupun hatinya panas", kata Ibu Tien.
Semasa menemani Presiden Soeharto memimpin Indonesia, Ibu Tien dikenal sebagai pribadi yang menyukai ketertiban dan kerapihan.
Termasuk urusan rambut.
Beberapa orang menyebut jika Ibu Tien adalah sosok yang tidak menyukai pria dengan rambut panjang.
Dalam catatan para Wartawan Istana, sudah ada dua jurnalis yang pernah ditegur Ibu Tien terkait urusan rambut.
"Nanti potong ya, rambut gondrongnya", tegur Ibu Tien sebagaimana yang tertulis dalam buku 34 Wartawan Istana Bicara tentang Pak Harto.
Di balik keluwesannya sebagai Ibu Negara, siapa sangka jika istri Presiden Soeharto itu dulunya merupakan sosok yang tomboi.
ketika remaja Ibu Tien tumbuh menjadi gadis manis yang tomboi.
Hal ini disampaikan oleh adik Ibu Tien, Siti Hardjanti Wismoyo. (TR)
0 Comments